Rawan Bencana, BMKG Dorong Pemprov Sulteng Revisi Tata Ruang Wilayah

:


Oleh Yudi Rahmat, Jumat, 19 Oktober 2018 | 21:29 WIB - Redaktur: Juli - 376


Palu, Infopublik - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendorong Pemprov Sulawesi Tengah merevisi tata ruang wilayah di kawasan rawan bencana, guna mengurangi risiko kerugian materil dan korban jiwa akibat bencana alam yang mengintai.

"Revisi ini perlu segera dilakukan agar dampak dari kejadian yang lalu (gempa dan tsunami) tidak terulang kembali. Bukan cuma Sulawesi Tengah, tapi juga wilayah lain di Indonesia yang masuk dalam kategori rawan bencana alam," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat kunjungan pemantauan kerentanan kegempaan di Palu, Sulawesi Tengah, Jum'at (19/10).

Dalam kunjungan kerjanya, Dwikorita menyambangi sejumlah titik kerusakan akibat gempa dan tsunami antara lain Pantai Talise, Perumnas Balaroa, Palu Grand Mall & Grand Mercure Hotel.

Dia mengatakan, penataan ruang memiliki peran besar dalam upaya mitigasi bencana. Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) mengatur pengendalian dan pemanfaatan sebuah kawasan apakah layak dijadikan tempat pemukiman atau tidak.

Oleh karena itu, kata Dwikorita, dalam perencanaan tata ruang hendaknya mempertimbangkan peta bencana, khususnya kondisi kerentanan tanah terhadap gempa, likuifaksi dan longsoran serta banjir bandang di wilayah tersebut.

Dia menambahkan, jangan sampai, atas dasar kebutuhan tempat tinggal penduduk atau motif ekonomi politik, wilayah yang seharusnya tidak ditinggali justru menjadi kawasan pemukiman padat penduduk.

Menurutnya, perlu pengawasan ketat agar rencana tata ruang tersebut benar-benar dijadikan acuan dalam rencana pembangunan.

"BMKG juga merekomendasikan pembangunan fasilitas perlindungan tsunami di kawasan pantai Sulteng. Fasilitas tersebut untuk memberi rasa aman dan nyaman kepada masyarakat serta mengurangi risiko dari bencana tsunami itu," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Palu, Cahyo menerangkan bahwa Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu dan Donggala adalah kawasan rawan gempa dan tsunami.

Sebelum Tsunami Donggala September lalu, berdasarkan data yang dimiliki BMKG, di Sulawesi Tengah pernah terjadi sekurangnya lima kali gempa yang disusul oleh tsunami. Gempa dan tsunami tersebut masing-masing terjadi di 1921, 1927, 1938, 1968, dan 1966.

Seluruh gempa berkekuatan di atas 6 magnitudo, sementara tinggi tsunami berkisar 1 hingga 15 meter. Tsunami Donggala yang lalu dipicu oleh longsoran dasar laut akibat gempabumi Donggala dengan jenis mekanisme gempabumi mendatar mengiri (sinistral).

"Berdasarkan bukti-bukti di lapangan diketahui bahwa patahan gempa berasal dari daratan menyilang hingga ke lautan mulai dari Labean hingga ke ujung Teluk Palu. Patahan membelah lautan Teluk Palu menyebabkan tanah tenggelam (amblas) sehingga merubah batimetri (kedalaman laut-) yang asalnya dangkal berubah menjadi dalam," paparnya.

Cahyo mengatakan dari hasil survei yang dilakukan BMKG setelah gempa dan tsunami menerjang, diketahui bahwa ketinggian dan jarak terjangan tsunami bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya. Hal tersebut dimungkinkan akibat kelandaian pantai dan bangunan penghalang atau keberadaan dataran tinggi.

Tim survei BMKG sendiri melakukan observasi lapangan dan wawancara di 27 titik berbeda sepanjang Teluk Palu sejak 29 September lalu. Mulai dari Donggala sebelah Barat, Kota Palu, Donggala Timur dan Utara serta Labean titik terdekat dengan pusat gempabumi.

Sebagai contoh, lanjut Cahyo, Pelabuhan Pantoloan dengan tinggi tsunami menjadi 10,2 meter menerjang hingga jarak 216 meter masuk ke daratan dari bibir pantai. Sedangkan di Tondo, Palu tinggi tsunami yang mencapai 10,7 meter mampu menerjang daratan sejauh 165 meter.

"Jarak terjangan tsunami terjauh adalah di kawasan Hotel Mercure, Palu yang mencapai 468,8 meter dari bibir pantai padahal tinggi tsunami hanya 9,2 meter," ujarnya.

Cahyo mengungkapkan, hasil survei inilah yang menjadi dasar BMKG mendorong Pemerintah Sulteng untuk merevisi tata ruang dan wilayahnya. Tidak hanya itu, BMKG berharap Pemerintah Sulteng bisa terus berupaya meningkatkan mitigasi bencana dengan mengedukasi masyarakat setempat untuk tetap waspada dan siap menghadapi bencana.