Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, Panduan bagi Penyelenggara dan Pengguna

:


Oleh Juli, Kamis, 18 Oktober 2018 | 22:15 WIB - Redaktur: Juli - 398


Jakarta, InfoPublik -  Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan (BPTJ Kemenhub) umurnya baru dua tahun. Untuk bekerja melaksanakan tugas dan fungsinya, BPTJ harus memiliki pedoman. Karena saat ini kondisi transportasi sudah semakin parah, maka harus terus dicari solusinya.

Hal itu disampaikan Kepala BPTJ Kemenhub Bambang Prihartono dalam acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) dengan tema "Menata Transportasi Publik Perkotaan" di Ruang Serba Guna Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Kamis (18/10).

“Kondisi transportasi yang semakin parah, kalau tidak dicarikan solusinya, di tahun-tahun berikutnya akan terjadi stagnan transportasi. Untuk itu kita perlu membuat Rencana Induk Transportasi Jabodetabek sebagai panduan bagi penyelenggara dan pengguna transportasi,” ujar Bambang.

Salah satu inti dari Rencana Induk Transportasi, menurut Kepala BPTJ, adalah harus mampu melayani point to point. Kemacetan tidak lebih dari setengah jam dan kecepatan rata-rata harus 30 km perjam. Selanjutnya, akses pejalan kaki ke angkutan umum pun minimal 500 meter.

“Itu yang ingin kita capai. Sehingga kondisi transportasi yang ada akan seperti yang kita idam-idamkan selama ini. Jauh dari kemacetan dan fasilitasnya membuat nyaman para pengendara dan pengguna transportasi,” ulas Bambang.

Rencana Induk Transportasi, menurut Kepala BPTJ, telah melalui MoU antara 3 gubernur, yakni DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Sehingga nanti, dalam implementasinya mengacu pada rencana induk tersebut.

“Mulai 2018 sampai 2029, apa yang kita lalukanm Banyak hal, di antaranya bicara keselamatan sebagai pilar nomor satu. Seperti diketahui, kecelakaan di jalan lebih banyak disebabkan oleh kendaraan roda dua (R2). Untuk mengurangi dampak itu, di jalan Sudirman-Thamrin trotoarnya sudah diperlebar,” jelas Bambang.

Pilar nomor dua, lanjut Kepala BPTJ, adalah jaringan prasarana bekerja sama dengan Bina Marga. Prasarana jalan tol, kereta api, dan lainnya yang dibangun selama kurun waktu 2018-2019.

“Untuk sarana bus, sejauh ini pengembang-pengembang perumahan tidak begitu memerhatikan kendaraan umum. Ke depan harus mulai dipikirkan. Kami menghadirkan bus-bus ke pemukiman-pemukiman. Itu salah satu wujud nyata. Harapannya, mereka akan pindah ke transportasi umum, dan tahun ini ditargetkan ada 1.000 bus,” papar Bambang.

Selain bus, pihak BPTJ juga fokus ke commuter line. Selanjutnya, membangun angkutan massal, seperti LRT dan MRT. Mulai dari Bekasi, Bogor ke Dukuh Atas. Mulai dari Lebak Bulus ke Gondangdia. MRT ini menjadi backbone dan LRT menjadi feedernya.

“Kalau ini berhasil, diharapkan semua akan beralih ke angkutan umum. Berikutnya, kita juga siapkan trem. Ada tujuh rangkaian dengan kapasitas angkut 200 orang. Sedangkan, bicara ganjil genap sebentar lagi selesai karena kendaraan sudah semakin banyak. Kita harus cepat bergerak,” tegas Bambang.

Karena itu, Kepala BPTJ menjelaskan, pihaknya memberi apresiasi kepada Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang konsen terhadap kebijakan transportasi umum. “Baru ini ada Rencana Induk yang dicover Kepres (Keputusan Presiden). Hanya seminggu di meja Presiden, langsung ditandatangani,” ungkapnya.

Implementasi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, menurut Kepala BPTJ, tidak semata-mata mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena di Jabodetabek perputaran uang cukup besar, sehingga pihaknya juga bekerja sama dengan swasta. Bahkan, ada swasta yang tertarik membiayai full untuk MRT.

“Konsep ke depan, kami mengumpulkan simpul-simpul orang yang bermukim untuk mengarahkan untuk menggunakan transportasi massal. Dengan konsep terintegrasi, orang akan dengan mudah berpindah transportasi,” jelas Bambang.

Berikutnya, menurut Bambang, BPTJ juga harus menyelesaikan permasalahan kemacetan, khususnya di ruas tol Jakarta - Cikampek. Hinga saat ini, BPTJ terus mencarikan solusi untuk kelancaran jalan tol Jakarta - Cikampek. Soal ganji genap, setelah itu akan dicari solusi lainnya.

Sementara, ke depan, Elektronic Road Pincing (ERP) akan diterapkan di jalan-jalan besar dan nasional di Jabodetabek, khususnya di Jakarta. “Kita akan sinergikan dengan Bina Marga, dengan tarif progresif. Ini adalah solusi ke depan setelah titik jenuh ganjil genap terlampaui. Sehingga tidak ada titik jeda,” pungkas Bambang.

 

 

Sumber: FMB9