Lahan Masam Potensi Sumber Pangan Masa Depan

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 19 Oktober 2018 | 10:07 WIB - Redaktur: Juli - 1K


Jakarta, InfoPublik - Pemerintah saat ini mendorong pemanfaatan lahan suboptimal untuk mendukung produksi pangan nasional. Salah satu potensi yang bisa digarap untuk perluasan areal tanam adalah lahan masam.

Dosen Universitas Brawijaya Malang, Dr. Setyono Yudo Tyasmoro mengatakan, pembukaan lahan baru ini merupakan bentuk penjabaran Program Nawacita yang  mencanangkan pembukaan lahan pertanian seluas 1 juta ha dalam kurun waktu 5 tahun (2015 - 2019). Selain untuk peningkatan produksi pangan, program ini sekaligus untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan yang terus meningkat.

“Pembukaan lahan baru bisa dilakukan pada lahan kering maupun lahan basah (gambut) dengan pembuatan infrastruktur irigasi, sehingga lahan yang selama ini tidak dimanfaatkan menjadi lebih produktif,” kata Setyono pada FGD bertema "Pengelolaan Lahan Masam Secara Berkelanjutan" dalam keterangnnya, Jumat (19/10).

Setyono mengatakan, isu ketersedian lahan untuk pangan menjadi prioritas utama seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai 260 juta jiwa. Karena itu prioritas pembangunan pertanian masih fokus pada upaya peningkatan produksi pangan, khususnya padi, jagung dan kedelai guna memenuhi kecukupan pangan secara nasional.

Untuk mengisi kebutuhan pangan, pemerintah gencar mencari lahan baru untuk dicetak menjadi sawah (ekstensifikasi), namun kebanyakan merupakan lahan masam. Data Badan Litbang Pertanian, potensi lahan kering masam untuk tanaman pangan seluas 22,31 juta ha dan luas lahan kering masam untuk pengembangan tanaman tahunan 49,87 juta ha.

Namun Setyono mengakui, permasalahan utama pembukaan lahan pertanian adalah terkait dengan pemanfaatan pasca konstruksi. Jadi, selain aspek penanganan budidaya oleh petani, tingkat kesuburan yang rendah juga menghambat pencapaian target peningkatan produksi pangan.

Tingkat Kemasaman

Secara umum lahan bukaan baru yang berasal dari lahan masam dan marginal kondisi tingkat keasaman tanah pada kisaran pH 4,0-5,0. Sedangkan umumnya tanaman membutuhkan kondisi keasaman yang ideal pada pH 6,0-6,5.

Kesuburan yang rendah pada areal lahan baru mengakibatkan produktivitas hasil yang didapatkan juga sangat rendah. Untuk lahan sawah dalam kisaran 2,5– 3 ton/ha Gabah Kering Giling (GKG). “Tingkat keasaman yang tinggi menjadi sebab mengapa kesuburannya rendah,” ujarnya.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan masam atau lahan baru, teknologi yang sangat mungkin adalah pemberian material kesuburan lahan berupa dolomit. Kebutuhan dolomit pada lahan bukan baru yang ideal adalah 4 ton/ha. “Peningkatan kesuburan tanah tentu akan berbanding lurus dengan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani,” kata Setyono.

Sementara itu Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS mengatakan, peningkatan kesuburan tanah di lahan sulfat masam sangat mungkin dilakukan dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Antara lain, pertama, untuk meningkatkan pH tanah dilakukan aplikasi unsur Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).

Kedua, meningkatkan ketersediaan unsur hara P dengan aplikasi reaktif pupuk posphat. Ketiga, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dengan aplikasi bahan organik, mikoriza, hayati dan amelioran lainnya.

Kepala Balai Penelitian Tanah, Balitbang Pertanian Husnain juga mengakui potensi pengembangan lahan untuk pertanian yang belum dimanfaatkan  masih cukup besar. Misalnya, lahan rawa dari total luas 34,1 juta ha potensi untuk pertanian sekitar 20 juta ha. Dari luasan itu yang baru dimanfaatkan sekitar 3,68 juta ha (18%), sehingga masih terdapat 16,32 Juta ha (82%) yang belum dimanfaatkan.

Sedangkan lahan kering eksisting dari 17 juta ha. Sementara yang masih potensial seluas 24,7 Juta ha berada kawasan budidaya pertanian (APL) seluas 5,7 juta ha, di kawasan Hutan Produksi (HP) 14,6 Juta ha dan 4,4 juta ha dikawasan Hutan Produksi Konservasi (HPK) sebagai lahan cadangan.

Menurutnya, untuk mengatasi kemasaman tanah perlu dilakukan aplikasi dolomit. Sebab, pupuk dolomit tidak hanya mengandung kapur, tapi juga mengandung unsur Magnesium yang cukup tinggi. Selain dolomit juga perlu diaplikasikan pupuk raw posphat dan bahan organik.

“Dari hasil penelitian aplikasi dari kombinasi pupuk dolomit, pupuk Phospat dan bahan organik dapat meningkatkan produksi tanaman di lahan masam kering,” katanya.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya lainnya, Syahrul Kurniawan mencontohkan, kunci keberhasilan pengelolaan lahan alih fungsi hutan menjadi kebun karet dan kelapa sawit di tanah masam adalah keseimbangan nutrisi dimana input nutrisi. Dalam hal ini pupuk disesuaikan dengan output nutrisi.

“Faktor yang memengaruhi output nutrisi antara lain penyerapan hara tanaman dan pencucian unsur hara. Aplikasi pupuk dolomit dan bahan organik dapat meningkatkan penyerapan hara tanaman dan meminimalisir pencucian hara,” tuturnya.

Karena lahan masam mempunyai prospek yang sangat tinggi untuk mendukung ketersediaan pangan. Pemerintah harus mulai menetapkan strategi pengelolaan lahan masam menjadi sumber lahan pangan baru dengan memperhatikan konsep keberlanjutan sumber daya alam.

“Kita mempunyai sumber alam yang dapat memperbaiki permasalahan tanah masam tersebut. Salah satunya dengan penambahan bahan yang kaya akan Ca dan Mg yang terdapat dalam Dolomit. Tambang terbesar dan terbaik Dolomit ada di Desa Sekapuk, Gresik, Jawa Timur,” tuturnya.