Pengusaha Mamin Keluhkan Masalah Gula Lokal

:


Oleh lsma, Selasa, 22 Januari 2019 | 12:42 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 960


Jakarta, InfoPublik - Penggunaan gula rafinasi impor untuk industri makanan dan minuman (mamin) masih sulit digantikan oleh gula lokal. Adanya bakteri pada gula lokal dan suplainya yang tidak teratur ada, serta harga murah, membuat pengusaha makanan dan minuman, termasuk dodol,  memilih gula impor.

Ketua Asosiasi Industri Kecil dan Menengah Agro Suyono mengatakan, pengusaha makanan dan minuman (mamin) kelas kecil dan menengah pun masih amat membutuhkan impor gula rafinasi bagi keberlangsugan usaha mereka. Ia menjelaskan, ada tiga alasan gula rafinasi dari impor sulit digantikan gula lokal bagi industi mamin.

“Yang pertama gula rafinasi itu tidak mengandung molasis, yaitu sampah mikro, bakteri dan kuman, yang masih menempel di gula. Ketika ada molasis, makanan kami akan cepat kedaluwarsa,” ujar Suyono, yang juga pengusaha dodol Garut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (22/1).

Suyono menjelaskan, jika menggunakan gula lokal, saat makanan diekspor, misalnya dodol ke Timur Tengah, makanan semisal dodol, akan berjamur dan kedaluwarsa karena adanya bakteri tersebut. Pasalnya, perjalanan ke Abu Dhabi saja bisa mencapai 20 hari. Kondisi panas dalam kontainer membuat bakteri yang membusukkan makanan tersebut lebih cepat berkembang.

“Kita biasa eskpor dodol itu ke Abu Dhabi sampai disana pasti jamuran kalau pakai gula lokal, karena di perjalanan bisa 20 hari, dengan kondisi kontainer panas. Jadi, memang gula lokal tidak cocok untuk dodol,” tutur pengusaha dodol garut ini.

Sementara itu, jika menggunakan gula impor, dodol bisa bertahan hingga satu tahun. Dikarenakan tidak adanya molasis dalam kandungan gula.

Ia melanjutkan, alasan kedua karena gula rafinasi selalu tersedia dari Januari sampai Desember. Sedangkan jika menggunakan gula lokal, mesti menunggu musim panen yang pasokannya tidak selalu tersedia.

Pengusaha juga mengeluhkan masalah harga. Suyono menyebutkan, harga gula lokal bisa lebih mahal hingga Rp2.000 per kilogramnya dibandingkan gula rafinasi. Jadilah pengusaha lebih memilih gula rafinasi karena lebih murah.

Pilihan menggunakan gula rafinasi impor, ditegaskannya, tidak serta-merta menunjukkan para pengusaha anti produk dalam negeri. Menurut Suyono, pengusaha siap membeli gula dalam negeri jika kualitasnya sudah sama dengan gula rafinasi. industri, terutama UMKM dihadapkan pada dilema harga gula impor yang lebih murah dan lebih berkualitas.

“Kami siap beli gula dalam negeri kalau kualitasnya sudah sama dengan rafinasi. Nasionalisme saya tidak perlu dipertanyakan lagi. Saya ini anak petani miskin asli Ciamis, saya juga ingin petani tebu Indonesia sejahtera,” jelasnya.

Sementara itu, peneliti muda Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman mengungkapkan, menekan tingginya angka impor gula bukan pekerjaan yang mudah. Ini mengingat konsumsi dalam negeri sangatlah tinggi. Pemangkasan impor gula hanya dapat dilakukan apabila produksi gula dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan nasional dengan kualitas baik.

Ia berpendapat, jika produksi gula dalam negeri mampu memenuhi atau setidaknya mendekati angka kebutuhan, kebijakan impor gula dipastikan dapat ditekan. Namun untuk saat ini, jika impor gula terus ditekan, imbasnya alkan membuat harga gula di pasaran melambung.

"Pada akhirnya, konsumen dan unit usaha UMKM yang menggunakan gula sebagai bahan produksinya akan menanggung kerugian," tandasnya.

Banyak kalangan juga mengkritisi, dengan usia mesin lebih dari 100 tahun, akan muskil mungkin pabrik gula BUMN bisa menghasilkan gula berkualitas sesuai kebutujan  oleh industri mamin. Bahkan, untuk konsumsipun "dipertanyakan" atau perlu dicek kembali dampak pada kesehatan manusia

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan mengamini, beberapa industri memang membutuhkan impor gula sebagai bahan baku untuk produksinya. Contohnya industri makanan dan minuman (mamin) yang memerlukan gula dengan ICUMSA rendah serta industri kesehatan yang membutuhkan gula khusus.

Khusus untuk industri mamin, ia mengakui, keperluan memakai gula impor lebih dikarenakan harganya yang lebih terjangkau. Di samping itu, gula impor yang memiliki tingkat ICUMSA di kisaran 45 membuat tampilan makanan dan minuman jauh lebih baik.

“Kalau ICUMSA gula rafinasi impor itu sekitar 45. Kalau gula lokal setelah diolah itu masih sekitar 300 ICUMSA. Raw sugar malah ICUMSA-nya bisa sampai 1.200,” jelasnya.

Dalam undang-undang pun, penggunaan gula impor untuk industri mamin telah diamanatkan. Hal inilah yang membuat penggunaan gula impor untuk makanan maupun minuman sah-sah saja.

Hanya saja bukan berarti gula lokal tidak mampu menghasilkan makanan maupun minuman yang kualitasnya setara dengan produk yang memakai gula impor. Penggunaan gula impor tetap kepada pertimbangan harga dan tingkat ICUMSA yang lebih rendah.

“Karena pernah dulu waktu tahun 2009, ketika harga gula dunia sedang naik, industri makanan dan minuman akhirnya memakai gula lokal. Bisa itu,” ungkap Agus.

Namun khusus untuk industri kesehatan, penggunaan gula khusus dari impor memang tidak bisa tergantikan. Dikarenakan beberapa komposisinya yang tidak bisa didapati pada gula lokal biasa.