Masyarakat Kodi Sumba Barat Daya Gelar Deklarasi Damai Menolak Bergabung dengan Sumba Barat

:


Oleh Elvira Inda Sari, Selasa, 11 Juni 2019 | 11:52 WIB - Redaktur: Elvira Inda Sari - 2K


Tambolaka, InfoPublik – Sejumlah masyarakat Desa Karang Indah Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan deklarasi menolak bergabung dengan Kabupaten Sumba Barat (SB) pada Sabtu (8/6/2019). Pernyataan ini sebagai bentuk penolakan keputusan Pemerintah Provinsi NTT pada 27 Februari 2019.

Deklarasi ini dihadiri oleh seluruh masyarakat Desa Karang Indah baik dari tokoh masyarakat, agama, perempuan, dan pemuda. Aksi berlangsung aman dengan pengawalan dari Polsek Kodi Bangedo dan Babinsa. 

Koordinator Deklarasi Dominggus Dengi Wungo dalam pernyataannya mengatakan Desa Karang Indah menolak dengan tegas Keputusan sepihak oleh Gubernur NTT dengan Bupati SBD dan Bupati SB ini. “Kami masyarakat Karang Indah sudah melakukan pertemuan dengan seluruh masyarakat Kodi di empat kecamatan dan menyatakan menolak untuk bergabung ke Sumba Barat,” ujarnya.

Dominggus menjelaskan alasan utama penolakan karena adanya perbedaan adat istiadat, bahasa dan budaya antara Suku Kodi Balaghar dengan Suku Gaura yang ada di Kabupaten SB. Masyarakat Gaura belum pernah ada yang bermukim di Kodi Balaghar sejak adanya pemerintahan resmi di Sumba Barat.

“Orang kodi tidak bisa dipisahkan dari suku Kodi di empat Kecamatan ini, antara Gaura dan Kodi beda jauh, suku, bahasa dan adat istiadatnya sehingga akan sulit untuk kami bisa berbaur dengan Sumba Barat,” ujarnya.

Lebih lanjut Dominggus menjelaskan alasan lain menolak bergabung ke SB karena sudah pernah ada pertikaian yang menimbulkan korban nyawa dan banyaknya rumah yang dibakar di Wilayah Bondo Bela Kecamatan Wewewa Selatan dengan suku Gaura Kecamatan Lamboya Barat Kabupaten SB akibat perselisihan tapal batas yang menjurus pada kepemilikan lahan.

Diceritakan Dominggus, pernah terjadi pada 23 Maret 2013 lalu, rumah dibakar sebanyak 32 buah, seluruh isi rumah hangus terbakar hanya pakaian di badan yang ada dan ia bernaung di bawah pohon selama satu bulan sambil menunggu bantuan dari Pemda SBD. Pemda saat itu itu membantu seng dan semen untuk pembangunan rumah yang baru. " Ini yang membuat kami trauma," katanya.

Ketika ditelusuri ternyata orang Gaura yang bakar dan setelah diproses oleh keamanan dan masuk penjara. "Mereka mengakuinya, kami membakar rumah di Desa Karang Indah, dengan alasan bahwa Desa Karang Indah adalah wilayah Gaura seperti itu pengakuan mereka”, katanya menjelaskan.

Pdt. Emeritus Daud Ndara Nduka Milla Ate, S.Th mewakili tokoh agama dan tokoh masyarakat yang turut berorasi dalam deklarasi ini menyayangkan keputusan Gubernur NTT yang menetapkan masalah tapal batas wilayah dan Desa Karang Indah masuk dalam kabupaten Sumba Barat tanpa melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan masyarakat Karang Indah.

Ditambahkan Pdt. Emeritus, undang-undang pemekaran wilayah bertujuan untuk mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat. Tetapi yang terjadi di Karang Indah malah sebaliknya. Karang Indah sangatlah jauh ke Kabupaten SB bagaimana mungkin masyarakat Desa Karang Indah untuk menuju Kantor Kecamatan Lamboya Barat saja sudah harus menempuh puluhan kilo. Untuk menuju kabupaten mencapai ratusan kilo. "Belum lagi masalah budaya dan bahasa," katanya.

Sebagai tokoh agama, Emeritus juga menanyakan bagaimana posisi Gereja Kristen Sumaba (GKS) Karang Indah yang sebelumnya berada dalam klasis Kodi, dan apabila pindah Kabupaten SB akan menyulitkan GKS Karang Indah. Pastinya akan berpindah ke klasis Gaura dan itu sangat menyulitkan bagi pelayanan GKS untuk jemaatnya. 

Hingga berita ini diturunkan belum ada informasi apakah masyarakat Karang Indah akan melakukan upaya hingga ke Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan keadilan. (MC – Kab.SBD/Isto/Vira)