Bank Indonesia Sambut Baik Hasil Penilaian Awal Tim IMF atas Ekonomi Indonesia 2016

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 29 November 2016 | 12:21 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 437


Jakarta - Bank Indonesia menyambut baik hasil penilaian awal Tim Dana Moneter Internasional (IMF) atas ekonomi Indonesia tahun 2016, yang dimuat dalam laporan hasil asesmen konsultasi tahunan IMF (Article IV Consultation). Secara garis besar, Tim IMF menyampaikan bahwa kinerja perekonomian Indonesia tetap dalam kondisi baik, didukung oleh bauran kebijakan makroekonomi dan reformasi struktural yang sehat. Otoritas mampu mengelola perekonomian dengan baik di tengah dinamika perubahan kondisi perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi tetap kuat, inflasi telah menurun signifikan, dan defisit transaksi berjalan tetap terjaga. Semua pencapaian ini mendukung outlook perekonomian yang positif.

Tim IMF yang dipimpin oleh Luis E. Breuer telah mengunjungi Indonesia pada tanggal 7 hingga 18 November 2016. Article IV Consultation IMF merupakan bagian dari aktivitas monitoring (surveillance) IMF yang dilakukan satu kali dalam setiap tahun terhadap setiap negara anggota. Tim bertukar pandangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia, dan lembaga publik lainnya, serta perwakilan dari sektor swasta, akademisi, dan mahasiswa tentang perkembangan ekonomi dan pasar keuangan terkini dan prospek jangka pendek-menengah.

Selanjutnya, Tim IMF menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi 2016 diperkirakan sebesar 5,0% terutama didorong konsumsi swasta yang kuat. Di tahun 2017 pertumbuhan diperkirakan sebesar 5,1%, didorong oleh konsumsi swasta serta investasi swasta yang perlahan membaik sebagai respons atas membaiknya harga komoditas dan tingkat suku bunga yang lebih rendah. Inflasi diperkirakan meningkat dari 3,3% pada 2016 menjadi sedikit di atas nilai tengah kisaran target 3-5% pada akhir 2017, terutama sebagai dampak alokasi subsidi listrik yang lebih baik. Defisit transaksi berjalan diperkirakan meningkat dari 2% dari PDB pada tahun 2016 menjadi 2,3% dari PDB pada tahun yang akan datang karena peningkatan investasi dan impor.

Risiko yang dihadapi utamanya muncul dari eksternal, yang bersumber dari ketidakpastian mengenai kebijakan pemerintah baru Amerika Serikat, kondisi keuangan global yang lebih ketat, pertumbuhan Tiongkok yang lebih lemah dibanding perkiraan, pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Amerika Serikat, dan kembali menurunnya harga komoditas. Risiko domestik meliputi bantalan fiskal (fiscal buffer) yang lebih rendah, yang mencerminkan penurunan penerimaan pajak atau tingginya tingkat bunga di tengah kondisi keuangan global yang lebih ketat.

Strategi fiskal Pemerintah, dengan memperluas basis pendapatan dan meningkatkan pengeluaran yang mampu mendukung pertumbuhan dengan tetap memelihara defisit agar berada dalam fiscal rule sebesar 3% PDB, dianggap akan mendukung stabilitas dan pertumbuhan yang inklusif dalam jangka menengah. Otoritas fiskal juga telah memulai konsolidasi fiskal secara bertahap. Revisi anggaran 2016 yang telah disetujui DPR pada Agustus yang lalu telah mencakup proyeksi pendapatan dan juga pengeluaran yang lebih sehat dengan tetap menjamin prioritas pengeluaran Pemerintah. Namun demikian, lemahnya pendapatan pajak dapat tetap menjadi kendala bagi Pemerintah.

Dalam anggaran 2017, bantalan fiskal kembali dipupuk, yang tercermin dari target defisit yang lebih rendah (2,4% dari PDB). Tim IMF menyambut baik rencana untuk memperluas basis pajak, memperbaiki sasaran subsidi, meningkatkan transfer dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dan memastikan pembiayaan untuk investasi publik dan program sosial. Otoritas fiskal berencana untuk merevisi ketentuan perpajakan pada tahun 2017. Peninjauan atas pembiayaan sektor pertanian, kesehatan, dan pendidikan yang sedang berlangsung diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pengeluaran. Implementasi dari beberapa hal tersebut akan memperkuat kerangka fiskal pada jangka menengah dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan infrastruktur yang lebih baik.

Tim IMF juga memandang bahwa stance kebijakan moneter saat ini sudah tepat. Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan pada 2016 di tengah tekanan inflasi yang menurun dan tekanan eksternal yang berkurang. Implementasi suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang baru (BI 7-day Reverse Repo Rate) pada Agustus telah berjalan lancar. Dengan kondisi ketidakpastian eksternal saat ini, tim IMF mendukung keputusan BI terakhir untuk mempertahankan suku bunga kebijakan, serta memberikan ruang bagi penyesuaian nilai tukar dan yield Surat Berharga Negara (SBN), dengan melakukan intervensi untuk memastikan pasar keuangan berjalan dengan baik. Upaya menjaga ruang kebijakan tersebut menjadi penting untuk memberikan kesempatan bagi perekonomian dalam melakukan penyesuaian terhadap kondisi eksternal yang bergejolak.

Indikator sektor keuangan menunjukkan bahwa sektor perbankan Indonesia memiliki permodalan yang kuat dan profitable. Non Performing Loans (NPL) menunjukkan kenaikan dari level sebelumnya yang rendah dan indikator lainnya menunjukkan kenaikan tersebut kemungkinan tidak akan berlanjut. Kemajuan yang signifikan telah dicapai dengan disetujuinya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Tim IMF sependapat dengan otoritas bahwa peraturan pelaksanaan dari UU PPKSK perlu segera diterbitkan. Selain itu, kemajuan juga telah dicapai dengan adanya pengawasan sektor keuangan yang terkonsolidasi dan pemantauan yang ketat terhadap perkembangan korporasi dan sektor keuangan, yang masih memiliki sejumlah kerentanan. Pemberlakuan kewajiban lindung nilai (hedging) untuk pinjaman korporasi dalam mata uang asing akan membantu memitigasi kerentanan tersebut.

Selanjutnya, sebagai kelanjutan reformasi subsidi BBM di tahun 2015, otoritas di Indonesia telah mengimplementasikan reformasi untuk memperbaiki iklim bisnis, termasuk terkait infrastruktur, regulasi, pembukaan akses sejumlah sektor ekonomi untuk pihak swasta, serta penetapan formula upah minimum yang baru. Tim IMF sependapat dengan otoritas mengenai kebutuhan untuk tetap melanjutkan reformasi struktural pada area- area tersebut untuk mendukung investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi.

Penilaian awal atas perekonomian Indonesia tersebut selanjutnya akan dibahas dalam pertemuan Executive Board IMF, yang dijadwalkan pada Januari 2017.

Jakarta, 28 November 2016
DEPARTEMEN KOMUNIKASI

Tirta Segara
Direktur Eksekutif