- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Kamis, 19 September 2024 | 21:17 WIB
: Acara Gambir Trade Talk (GTT) #15 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur, Jakarta pada Rabu, (14/8/2024). GTT #15 mengusung tema “Transformasi Ritel Modern di Era Digitalisasi: Peluang dan Tantangan”/ foto: Humas Kemendag
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 15 Agustus 2024 | 14:42 WIB - Redaktur: Untung S - 242
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) mendorong transformasi ritel modern di era digital. Saat ini telah terjadi pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha sektor ritel agar tetap bertahan dalam menjalankan bisnis.
Hal itu dijelaskan Kepala BKPerdag Kasan dalam sambutannya pada pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #15 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur, Jakarta pada Rabu, (14/8/2024). GTT #15 mengusung tema “Transformasi Ritel Modern di Era Digitalisasi: Peluang dan Tantangan”.
“Kementerian Perdagangan mendorong transformasi ritel modern di era digital dalam memanfaatkan semua sarana pemasaran, termasuk niaga-el (e-commerce). Pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para pelaku usaha sektor ritel,” ujar Kasan dikutip dari siaran pers Kemendag pada Kamis (15/8/2024).
Kasan menyampaikan, digitalisasi menjadi keharusan pada era baru pascapandemi di dalam tatanan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sektor perdagangan harus terus beradaptasi dan berinovasi untuk memanfaatkan situasi saat ini, termasuk ritel modern.
Berdasarkan data Bank Indonesia, penjualan produk ritel pascapandemi sudah mengalami peningkatan. Hal itu tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli 2024 yang diperkirakan mencapai 212. Angka tersebut tumbuh 4,3 persen (year-on-year).
“Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta subkelompok sandang. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2024 tercatat senilai 123,4. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan pada tahun lalu sebesar 123,5. Meski demikian, angka tersebut masih berada dalam posisi optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan. Dengan melihat potensi konsumsi masyarakat yang masih tinggi dan tingkat penjualan ritel yang masih prospektif, perlu upaya mendorong sektor ritel modern,” ujar Kasan.
Hadir sebagai narasumber dalam GTT #15 yaitu Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Pande Nyoman Laksmi Kusumawati, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, dan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad.
Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Bappenas, Pande Nyoman Laksmi Kusumawati mengutarakan, niaga-el diproyeksikan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan tercepat. Niaga-el diproyeksikan mampu memberikan kontribusi sebesar 24 persen pada penjualan ritel di 2027. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada 2023 yang nilai kontribusinya mencapai 21 persen.
“Ritel dengan sarana pemasaran niaga-el juga diproyeksikan menunjukkan peningkatan penjualan yang kuat yaitu mencapai USD 1,4 triliun pada 2022—2027. Potensi ini diperkirakan datang dari pasar negara berkembang senilai lebih dari 64 persen. Selain itu, dompet-el terus menjadi pilihan pembayaran. Penggunaan dompet-el diperkirakan akan meningkat dari 49 persen pada 2022 menjadi 54 persen pada 2026,”ujar Laksmi.
Laksmi menyampaikan, saat ini pelaku usaha sektor ritel semakin banyak yang berinvestasi dalam mengembangkan strategi omnichannel guna mendorong terciptanya ekosistem perdagangan digital. Omnichannel adalah strategi yang memadukan penjualan luring dan daring. Menurut Laksmi, negaranegara di Asia Pasifik diperkirakan akan memimpin perdagangan digital dengan pertumbuhan pesat di Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan India.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey menerangkan, dikotomi antara toko luring dan toko daring seharusnya sudah tidak lagi ada di era digital saat ini. Hal itu karena sudah banyaknya transformasi yang dilakukan dari toko luring menjadi toko daring dan sebaliknya. Menurut Roy, transformasi mampu memberikan kemudahan kepada konsumen dalam berbelanja. Hal itu mendorong ritel untuk mengikuti tren berbelanja yang ada saat ini.
“Toko ritel harus mengikuti tren berbelanja saat ini atau toko ritel akan menjadi punah. Aprindo sebagai asosiasi dan korporasi ritel tentunya memiliki keberpihakan kepada pelaku usaha ritel, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berkembang dan naik kelas di era digital, baik pada level nasional maupun global,” ujar Roy.
Ekonom Senior INDEF Tauhid Ahmad menyatakan, transformasi digital memiliki manfaat bagi bisnis ritel yang meliputi peningkatan loyalitas pelanggan, memberikan informasi pasar yang bermanfaat, dan menerapkan kampanye pemasaran yang efisien. Selain itu, transformasi digital juga dapat meningkatkan layanan kepada pelanggan dan manajemen inventaris yang lebih mudah.
“Digitalisasi merupakan suatu keniscayaan dan menuntut adanya inovasi, serta perubahan sistem bisnis model ritel. Meski demikian, diperlukan kebijakan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan penguatan kapasitas pelaku usaha ritel, khususnya bagi UMKM dalam mengakselerasi dunia teknologi yang cepat,” ujar Tauhid.
Kegiatan GTT menjadi salah satu kolaborasi bersama antara pemangku kebijakan dengan kalangan akademisi serta pemangku kepentingan lainnya. Kolaborasi ini diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi berbagai tantangan, isu, dan fenomena baru dalam dinamika perdagangan baik domestik maupun internasional saat ini. GTT #15 dihadiri 150 peserta secara hibrida dan dapat disaksikan ulang melalui tautan https://www.youtube.com/watch?v=aupA3SbROjo.