- Oleh Eko Budiono
- Kamis, 7 November 2024 | 09:59 WIB
: Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Foto: PT PLN
Oleh Eko Budiono, Selasa, 10 September 2024 | 10:47 WIB - Redaktur: Untung S - 395
Jakarta, InfoPublik – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemanfaatan batubara sebagai sumber energi di Indonesia akan tetap berjalan seiring dengan komitmen pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) atau Nol Emisi Karbon. Upaya itu dilakukan dengan pengurangan penggunaan batubara secara bertahap dan penerapan teknologi ramah lingkungan, seperti Clean Coal Technology (CCT).
Seperti dilansir dari laman resmi Kementerian ESDM pada Senin (9/9/2024), Bahlil menjelaskan bahwa langkah-langkah konkret pemerintah meliputi pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan penerapan CCT pada PLTU yang masih beroperasi. “Kami berkomitmen untuk menjaga keamanan pasokan energi dalam negeri, sementara menuju net zero dengan didukung oleh kebijakan, investasi, dan teknologi ramah lingkungan pada PLTU,” ujar Bahlil saat menghadiri acara Coaltrans Asia 2024 di Bali.
Dalam rangka mencapai target tersebut, pemerintah telah menyusun peta jalan pemensiunan dini 13 PLTU, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan. Langkah ini akan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan keekonomian dan mencegah terjadinya gejolak kekurangan pasokan listrik serta kenaikan harga.
Bagi PLTU yang tetap beroperasi, pemerintah menerapkan teknologi supercritical dan ultra-supercritical yang lebih ramah lingkungan. Saat ini, terdapat tujuh PLTU batubara dengan kapasitas total 5.455 megawatt (MW) yang telah menggunakan teknologi tersebut, termasuk PLTU Cirebon, PLTU Paiton 3, PLTU Cilacap 3, PLTU Adipala, PLTU Banten/LBE 1, PLTU Jawa 7 Unit 1, dan PLTU Jawa 8.
Selain itu, pemerintah merencanakan pengembangan PLTU dengan teknologi ultra-supercritical di sembilan lokasi di Pulau Jawa dengan total kapasitas 10.130 MW hingga 2028, yang setara dengan 37,43 persen dari total perencanaan PLTU batubara.
Kementerian ESDM juga mendorong penerapan cofiring di PLTU, yakni pencampuran bahan bakar batubara dengan biomassa, yang berasal dari perkebunan sawit dan sumber lainnya. Strategi ini terbukti dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU.
Saat ini, hampir 60 persen atau sekitar 91 gigawatt (GW) pembangkit listrik di Indonesia masih bergantung pada batubara. Oleh karena itu, pemerintah menyadari bahwa transisi energi ini harus dilakukan secara bertahap dan hati-hati. “Kami berkomitmen untuk melakukan transisi energi yang adil dengan memperhatikan kesejahteraan pekerja, masyarakat, dan industri yang bergantung pada batubara. Ini termasuk pelatihan ulang pekerja dan diversifikasi ekonomi lokal,” tutup Bahlil.
Dengan berbagai upaya itu, pemerintah berharap transisi energi dapat berjalan lancar, dengan tetap menjaga stabilitas pasokan listrik dan ekonomi masyarakat yang terdampak.