Indonesia Perlu Maksimalkan Trade Remedies untuk Lindungi Industri Dalam Negeri

: Wamendag Roro dalam pembukaan Diskusi Stakeholders bertema


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Jumat, 29 November 2024 | 08:57 WIB - Redaktur: Untung S - 245


Jakarta, InfoPublik – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menegaskan pentingnya memaksimalkan keanggotaan Indonesia di World Trade Organization (WTO) dalam menghadapi tantangan perdagangan internasional.

Indonesia harus mengoptimalkan instrumen trade remedies, khususnya anti-dumping dan antisubsidi, untuk melindungi pasar dalam negeri dan memastikan produk Indonesia dapat bersaing di pasar global.

Pernyataan tersebut disampaikan Wamendag Roro dalam Diskusi Stakeholders bertema “Trade Remedies dalam Perspektif Perdagangan Global dan Penguatan Terhadap Industri Dalam Negeri” yang digelar di Bandung, Jawa Barat, pada Kamis (28/11/2024).

“Sebagai anggota WTO, Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkan trade remedies seperti anti-dumping dan antisubsidi. Instrumen ini sangat penting untuk melindungi industri dalam negeri dari produk impor yang dijual dengan harga dumping atau yang mengandung subsidi yang dapat merugikan industri kita,” ujar Roro dalam keterangan resmi Kemendag.

Menurut Wamendag Roro, selain anti-dumping dan antisubsidi, instrumen lain yang juga perlu diperhatikan adalah tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measures), yang dapat diambil jika barang impor membanjiri pasar domestik. Penggunaan instrumen ini diharapkan dapat mencegah kerugian yang lebih besar bagi sektor industri Indonesia yang sedang berjuang menghadapi persaingan global.

Namun, Roro juga mengingatkan bahwa dalam menggunakan instrumen ini, pemerintah harus mempertimbangkan keseimbangan antara sektor industri hulu, hilir, dan pengguna, serta dampaknya terhadap perekonomian secara menyeluruh. Selain itu, menjaga hubungan baik dengan mitra dagang Indonesia juga menjadi faktor penting dalam penerapan kebijakan ini.

Roro menambahkan bahwa beberapa sektor industri Indonesia belakangan ini perlu mendapat perhatian khusus. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2024 tercatat stagnan di level kontraksi 49,2, yang sudah terjadi selama empat bulan berturut-turut. Salah satu penyebab utama stagnasi ini adalah praktik dumping yang dilakukan oleh beberapa negara asal impor Indonesia.

“Stagnasi pada PMI tersebut disebabkan oleh kelebihan pasokan dari negara asal impor, terutama akibat tarif tinggi yang diberlakukan oleh negara-negara mitra dagang utama kita seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Selain itu, tuduhan-tuduhan dumping dan subsidi yang ditujukan kepada Indonesia turut menghambat pertumbuhan sektor industri dalam negeri yang berorientasi ekspor,” ungkapnya.

Roro juga menyoroti dinamika perekonomian global yang berkembang sangat cepat. International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 sebesar 3,2 persen. IMF juga memperkirakan inflasi global akan menurun menjadi 4,5 persen pada 2025, dari sebelumnya 5,9 persen pada 2024. Dari sisi perdagangan, WTO memproyeksikan pertumbuhan volume perdagangan global sebesar 2,7 persen pada 2024 dan 3 persen pada 2025.

Meskipun menghadapi tantangan global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan ketahanan yang kuat. Pada kuartal ketiga 2024, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi 4,9 persen, dan diperkirakan akan mencapai 5 persen pada akhir tahun ini. Hal ini menunjukkan daya tahan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, tensi geopolitik, dan konflik regional.

Selain itu, Roro juga menyoroti kinerja perdagangan Indonesia yang mencatatkan hasil positif. Pada September 2024, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar USD3,26 miliar, yang meningkat dibandingkan dengan surplus pada Agustus 2024 sebesar USD2,78 miliar. Peningkatan surplus ini didorong oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas, yang telah berlangsung selama 53 bulan berturut-turut.

Danang Prasta Danial, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADI), mengingatkan bahwa kementerian/lembaga yang terlibat dalam kebijakan perdagangan harus semakin memahami pentingnya instrumen trade remedies untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan tidak adil (unfair trade).

“Praktik dumping masih menjadi masalah di beberapa sektor. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang konkret untuk penerapan kebijakan anti-dumping dan antisubsidi, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh industri dalam negeri dari hulu hingga hilir, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional lainnya,” ujar Danang.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Minggu, 29 Desember 2024 | 08:25 WIB
Mendag Budi Santoso Optimistis Swasembada Pangan Terwujud Melalui Ekspor Pangan
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:35 WIB
Peralihan Pengawasan Derivatif Keuangan ke OJK dan BI Berjalan Lancar
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Selasa, 24 Desember 2024 | 23:00 WIB
Penurunan Harga Tiket Pesawat Jadi Stimulus Ekonomi selama Nataru 2024/2025
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 23 Desember 2024 | 08:33 WIB
UMKM Miliki Peran Penting sebagai Penggerak Utama Perekonomian Indonesia
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 23 Desember 2024 | 08:24 WIB
Wamendag Roro Dorong Mahasiswa Kreatif Berwirausaha
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 23 Desember 2024 | 07:53 WIB
Wamendag Tinjau Pasar Angso Jambi, Pastikan Harga Bapok Stabil Jelang Nataru
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 23 Desember 2024 | 07:52 WIB
Mendag Apresiasi Sinergi Ritel Meriahkan Nataru dengan Meluncurkan EPIC Sale
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Sabtu, 21 Desember 2024 | 08:20 WIB
Neraca Perdagangan November 2024 Surplus