Boikot tanpa Akurasi Informasi Bisa Merugikan Ekonomi Indonesia

: Pengunjuk rasa memegang poster saat mengikuti aksi solidaritas untuk rakyat Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (29/11/2024). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk dukungan di Hari Solidaritas Internasional Bersama Rakyat Palestina atau International Day of Solidarity with the Palestinian People yang diperingati secara serentak di seluruh dunia sejak 1978. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/YU


Oleh Untung Sutomo, Jumat, 6 Desember 2024 | 23:01 WIB - Redaktur: Untung S - 332


Bandung, InfoPublik – Kemajuan teknologi, terutama media sosial dan kecerdasan buatan (AI), mempermudah akses informasi. Namun, kecanggihan itu juga membawa tantangan besar dalam menyaring informasi yang tersebar di publik, terutama bagi generasi muda yang tumbuh di era digital.

Cendekiawan Muslim Indonesia, Profesor Nadirsyah Hosen, mengingatkan pentingnya sikap kritis dan skeptis dalam menyikapi informasi yang beredar, terutama terkait ajakan boikot produk yang diduga terkait dengan Israel. Dalam seminar bertema "Peluang dan Tantangan Integrasi AI dan Sosial Media dalam Globalisasi" di Kampus UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, pada Selasa (3/12/2024) lalu, Gus Nadir, sapaan akrabnya, menegaskan pentingnya akurasi dalam gerakan boikot.

"Memang kita ingin memboikot karena kita tidak sepakat dengan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel. Namun, kita harus memastikan bahwa boikot ini tidak salah sasaran," ujar Gus Nadir, mengingatkan bahwa informasi yang beredar di media sosial seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (6/12/2024).

Dalam seminar yang juga dihadiri oleh Dosen Senior Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi UIN Bandung, Wisnu Uriawan, dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Bandung, Ahmad Ali Nurdin, Gus Nadir menjelaskan bahwa kecanggihan teknologi membuat arus informasi semakin deras, namun tidak semuanya dapat dipercaya. Ia menyoroti maraknya daftar produk yang beredar di media sosial, yang sering kali tidak disertai dengan informasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai alasan produk tersebut harus diboikot.

"Daftar produk yang beredar banyak diterbitkan oleh sumber non-pemerintah, yang tidak menjelaskan dengan rinci kenapa produk tersebut harus diboikot. Informasi yang tidak akurat ini bisa dengan mudah tersebar dan berubah setiap kali diteruskan. Inilah yang sering menjadi masalah di media sosial," tambahnya.

Gus Nadir juga mengingatkan dampak ekonomi dari gerakan boikot ini terhadap perekonomian Indonesia. Ia menekankan bahwa banyak cabang perusahaan di Indonesia yang terkena dampak, bahkan hingga terjadinya PHK massal akibat penurunan omzet yang signifikan. "Dampak dari boikot ini justru lebih terasa di dalam negeri. Meskipun boikot bertujuan untuk menyakiti Israel, yang terkena dampak justru produsen lokal kita," ungkapnya.

Untuk itu, Gus Nadir mengusulkan agar pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama untuk membuat solusi yang tepat. Ia menyarankan agar MUI mengeluarkan daftar produk yang jelas terafiliasi dengan Israel, serta pemerintah dapat membuat aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk mengecek apakah suatu produk perlu diboikot atau tidak. "Aplikasi ini memungkinkan masyarakat untuk memindai barcode produk saat berbelanja, sehingga lebih mudah mengetahui apakah produk tersebut harus diboikot," ujarnya.

Dosen Monash University Australia ini juga mengingatkan bahwa aksi boikot yang didasarkan pada informasi yang tidak akurat dapat merugikan perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. "Jika boikot ini berlarut-larut tanpa memberikan efek yang nyata, yang rugi adalah kita sendiri. Jangan sampai gerakan yang kita lakukan justru berdampak negatif pada perekonomian dalam negeri," kata Gus Nadir.

Seminar ini menjadi ajang penting bagi generasi muda, khususnya di kalangan mahasiswa, untuk lebih kritis dalam memanfaatkan media sosial dan memahami pentingnya verifikasi informasi sebelum mengambil tindakan. Dengan kecanggihan teknologi yang terus berkembang, generasi Z harus lebih bijak dan berhati-hati dalam mengkonsumsi informasi, agar tidak terjebak dalam arus informasi yang bias dan tidak akurat.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KOTA PONTIANAK
  • Selasa, 21 Januari 2025 | 16:59 WIB
TP PKK Pontianak Gandeng AIESEC dalam Perangi Stunting dengan Edukasi Kreatif
  • Oleh MC KOTA BATAM
  • Sabtu, 18 Januari 2025 | 09:04 WIB
Pemkot Batam Selaraskan Data Insentif, Fokus pada Transparansi APBD 2025
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Selasa, 7 Januari 2025 | 21:08 WIB
Menkomdigi Dorong Anak Muda Kreatif Kembangkan Solusi Berbasis AI
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Selasa, 24 Desember 2024 | 10:09 WIB
Hadapi Tantangan Ketenagakerjaan 2025 dengan Sinergi dan Kompetensi
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Sabtu, 21 Desember 2024 | 14:57 WIB
Menkomdigi Ajak UMKM Siap Hadapi Tantangan Teknologi AI