Sertifikasi Tanah Ulayat Bentuk Kehadiran Negara Lindungi Masyarakat Adat

: Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, melakukan silaturahmi dengan para Niniak Mamak Kurai Limo Jorong dalam kunjungannya ke Kota Bukittinggi../Foto Istimewa/Humas Kementerian ATR/BPN


Oleh Wandi, Selasa, 20 Mei 2025 | 16:07 WIB - Redaktur: Untung S - 159


Bukittinggi, InfoPublik –  Pemerintah pusat mulai menunjukkan pendekatan baru dalam pengelolaan tanah ulayat di wilayah adat. Bukan hanya soal pengakuan hukum, tetapi juga penguatan peran tanah ulayat sebagai basis ekonomi masyarakat adat.

Hal itu ditegaskan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, dalam dialog langsung bersama para Niniak Mamak Kurai Limo Jorong di Bukittinggi,

"Tanah ulayat bukan milik negara. Kami hanya memfasilitasi proses pendaftarannya agar memiliki kekuatan hukum dan bisa dimanfaatkan secara produktif oleh masyarakat adat," ujar Wamen Ossy dalam siaran persnya yang diterima InfoPublik, Selasa (20/5/2025).

Wamen Ossy menjelaskan bahwa langkah pendaftaran tanah ulayat merupakan strategi pemberdayaan masyarakat hukum adat yang tidak mengabaikan nilai-nilai budaya dan tradisi. Sertipikasi ini diharapkan menjadi pondasi legal untuk mendorong pengelolaan aset nagari yang lebih mandiri, mencakup sektor UMKM, pertanian, dan pariwisata berbasis kearifan lokal.

“Ini bukan kewajiban, tapi hak. Jika masyarakat adat setuju dan memahami manfaatnya, pemerintah siap mendampingi seluruh prosesnya,” tegas Wamen ATR/Waka BPN.

Dengan adanya kepastian hukum atas tanah ulayat, lanjutnya, masyarakat adat dapat mengembangkan potensi ekonomi nagari secara berkelanjutan, tanpa kehilangan identitas budaya Minangkabau yang sudah mengakar kuat. Wamen Ossy juga menekankan bahwa pembangunan dan penguatan ekonomi harus berjalan selaras dengan pelestarian adat dan kelestarian lingkungan.

Pertemuan dengan para pemangku adat Kurai Limo Jorong menjadi bagian dari upaya membangun komunikasi aktif dan kepercayaan antara negara dengan masyarakat adat. Wamen Ossy menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan memaksakan program sertipikasi jika belum dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat.

Kehadiran negara, menurutnya, harus diartikan sebagai fasilitator dan mitra, bukan pengambilalih hak. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat adat dalam setiap tahapan menjadi aspek krusial dalam implementasi kebijakan agraria berbasis kearifan lokal.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC KAB PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
  • Selasa, 17 Juni 2025 | 20:37 WIB
Bupati Pangkep: Sertifikat Elektronik untuk Buka Akses Investasi Desa
  • Oleh Wandi
  • Minggu, 15 Juni 2025 | 12:14 WIB
DPR RI Berkomitmen Selesaikan Konflik Pertanahan di Sultra