- Oleh MC KAB MALUKU TENGGARA
- Kamis, 7 November 2024 | 13:12 WIB
: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024 Tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen pada 10 September 2024. (Foto: Dok Kemendikbudristek)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 3 Oktober 2024 | 13:22 WIB - Redaktur: Untung S - 480
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen pada 10 September 2024. Kebijakan itu merupakan lompatan besar dalam memajukan karier dosen dengan dukungan penuh dari perguruan tinggi (PT) yang semakin otonom.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Abdul Haris, menjelaskan bahwa Permendikbudristek 44/2024 memperjelas pengaturan untuk memastikan profesi dosen semakin bermartabat dan hak-hak ketenagakerjaan terlindungi. Peraturan ini menyederhanakan aturan terkait pengangkatan, pemindahan, dan sertifikasi dosen, serta memberikan lebih banyak otonomi kepada perguruan tinggi dalam mengelola karier dosen.
“Kini, dosen memiliki fleksibilitas dalam merencanakan karier dan menentukan capaian kinerja, sesuai kesepakatan dengan pimpinan perguruan tinggi,” ujar Abdul Haris dalam keterangannya, Kamis (3/10/2024).
Dalam aturan ini, status dosen dijelaskan lebih jelas, di mana semua dosen tetap memiliki jabatan akademik. Selain itu, dosen dapat lebih fleksibel dalam menjalankan Tridharma sesuai kebutuhan perguruan tinggi. Aturan baru ini juga menegaskan bahwa dosen ASN dan non-ASN berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan berhak bekerja di lebih dari satu perguruan tinggi.
“Langkah ini bertujuan untuk memastikan penghasilan dosen di Indonesia tidak hanya memenuhi upah minimum, tetapi juga menjamin keamanan sosial bagi para dosen,” lanjutnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin, menambahkan bahwa penerbitan regulasi ini telah disesuaikan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini. Ia berharap regulasi ini dapat memberikan kepastian hukum dalam tata kelola profesi dan karier dosen serta tunjangan yang layak bagi dosen ASN dan non-ASN.
“Pada semester pertama 2025, perguruan tinggi diharapkan siap mengimplementasikan regulasi ini melalui sistem aplikasi SISTER, dengan sosialisasi yang dilakukan hingga Juni 2025,” tambah Tatang.
Dengan terbitnya Permendikbudristek Nomor 44 Tahun 2024, status dosen dikelompokkan menjadi dua, yakni dosen tetap dan dosen tidak tetap. Dosen tetap bekerja penuh waktu dengan beban kerja minimal 12 SKS, sementara dosen tidak tetap memiliki beban kerja di bawah 12 SKS.
Aturan ini juga melindungi hak ketenagakerjaan dosen, dengan penegasan bahwa gaji dosen harus di atas kebutuhan hidup minimum. Untuk dosen ASN, gaji mengikuti aturan ASN, sedangkan untuk dosen non-ASN, gaji mengikuti peraturan ketenagakerjaan. Selain gaji, dosen yang memenuhi syarat juga akan menerima tunjangan profesi, fungsional, khusus, dan kehormatan.
Tidak ada lagi pembatasan usia maksimal untuk pengangkatan dosen. Pemindahan dosen ASN kini tidak memerlukan surat keputusan lolos butuh, dan pengangkatan dosen non-ASN mengikuti peraturan ketenagakerjaan.
Selain itu, peraturan ini juga mengatur Kode Etik Nasional Dosen, yang mencakup integritas akademik, kekerasan, perundungan, dan intoleransi, demi menciptakan lingkungan akademik yang nyaman dan kondusif.
Kemendikbudristek juga memberikan otonomi kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan karier dosen. Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan dapat menetapkan indikator kinerja dosen dan melakukan promosi ke jenjang Lektor Kepala dan Profesor, yang sebelumnya menjadi kewenangan kementerian.
Permendikbudristek 44/2024 juga mengatur bahwa sertifikasi dosen dilakukan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio, di mana perguruan tinggi memiliki wewenang penuh untuk menentukan prosedur yang dibutuhkan.