Konflik Iran-Israel, APBN Berpotensi Mengalami Defisit

: Foto; Tangkapan Layar Kanal Youtube IDN Times


Oleh Isma, Selasa, 16 April 2024 | 17:56 WIB - Redaktur: Untung S - 212


Jakarta, InfoPublik - Konflik di kawasan Timur Tengah yang terjadi antara Iran dan Israel berpotensi merubah struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jika konflik Iran-Israel berkepanjangan, maka APBN terancam mengalami defisit dan perekonomian Indonesia akan mengalami sejumlah dampak.

"Gejolak harga minyak, inflasi, dan gejolak harga komoditi yang lain juga akan memengaruhi Indonesia," kata Ekonom Universitas Indonesia (UI) Mari Elka Pangestu dalam acara Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI secra virtual pada Senin (15/4/2024).

Dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Selasa (16/4/2024), Mari menjelaskan, jika harga minyak dunia melonjak, berpotensi terjadi perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, terutama dari sisi belanja dan defisit. Sebab, kenaikan harga minyak bisa menyebabkan kenaikan harga BBM bersubsidi atau menambah anggaran subsidi.

"Dengan harga minyak, tentunya masalah kepada anggaran dan fiskal ya. Defisit anggaran dan fiskal, karena kalau harga naik, tentunya subsidi BBM juga akan naik, kecuali harga BBM-nya mau dinaikkan," jelas Mari Elka.

Menurutnya, harga minyak akan naik jika Amerika Serikat (AS) yang selama ini mendukung Israel memberikan sanksi ke minyak Iran, maka kenaikan harga tak bisa dihindari. Dampaknya juga akan terasa ke dalam negeri.

Aabila Israel membalas serangan Iran, maka perekonomian dunia akan terganggu termasuk ke Indonesia. Besaran dampaknya tergantung pada bagaimana cara pembalasan yang direncanakan Israel.

"Rantai pasok melalui Suez kanal akan mengalami gangguan, sehingga ada gangguan terhadap input kita, apakah itu minyak, gandum maupun produk dari Eropa yang lainnya," ujar Mantan Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain itu, nilai tukar rupiah yang saat ini sangat tertekan dan sempat tembus di atas 16 ribu rupih per dolar AS, bisa terdepresiasi lebih dalam lagi. Begitu juga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa terbakar.

"Dan diperkirakan rupiah yang juga sudah melemah, bisa melemah lebih jauh lagi dan bond yield kita bisa turun dan juga IHSG kita melemah," kata Mari.

Mari yang sempat menjabat Direktur pelaksana Bank Dunia menuturkan bahwa saat ini negara-negara tengah menunggu sikap Israel terhadap serangan ratusan drone dan rudal Iran ke arah Israel. Kendati demikian, para analis memprediksi tingkat eskalasi rendah karena tidak ada pihak yang menginginkan eskalasi tersebut terjadi, terutama Amerika Serikat.

Hal itu lantaran Amerika Serikat harus mengeluarkan banyak sumber daya bilamana eskalasi terjadi dan di sisi lain Amerika Serikat tengah berada pada masa pemilihan umum yang membuat Joe Biden harus berhati-hati dalam mengambil sikap agar dapat terpilih kembali menjadi presiden.

"Diperkirakan harga minyak akan naik, inflasi akan meningkat, dan ada yang mempunyai pandangan bahwa mungkin Iran sengaja melakukan ini untuk mengganggu keadaan dunia terutama dampaknya kepada Amerika dengan terjadi kenaikan harga minyak, inflasi itu akan sangat mengganggu ekonomi Amerika," pungkas Mari Elka Pangestu.