Kemenhub Siapkan Submisi Dokumen PSSA Selat Lombok ke IMO

: Kemenhub menggelar kegiatan FGD Nasional Persiapan Submisi Dokumen PSSA Selat Lombok yang digelar di Bali, Selasa (7/5/2024).


Oleh Dian Thenniarti, Selasa, 7 Mei 2024 | 23:43 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 156


Jakarta, InfoPublik - Sebagai Negara Anggota International Maritime Organization (IMO) sekaligus Anggota Dewan IMO periode 2024-2025, Indonesia memiliki tanggung jawab penuh untuk berperan aktif dalam perlindungan lingkungan maritim.

Salah satu upaya yang tengah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk melestarikan lingkungan lautnya adalah dengan penetapan Selat Lombok, khususnya yang berada di kawasan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra, sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA).

Demikian disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi, pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Nasional Persiapan Submisi Dokumen PSSA Selat Lombok yang digelar di Bali, Selasa (7/5/2024).

Capt. Antoni mengungkapkan, upaya pengusulan Selat Lombok sebagai PSSA telah dimulai sejak 2016 melalui proposal yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia pada the Third Regional Meeting of IMO-NORAD Project on Prevention of pollution from ships through the adoption of PSSAs di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Upaya tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengajuan Information Paper dalam Sidang IMO-Marine Environmental Protection Committee (MEPC) ke-71 pada 2017."Selat Lombok diusulkan sebagai PSSA karena lokasinya yang strategis, sekaligus fakta bahwa kawasan tersebut merupakan rumah bagi lebih dari dua ribu spesies binatang laut, termasuk enam dari tujuh spesies penyu laut yang dilindungi di dunia," jelas Antoni, Selasa (7/5/2024).

Penetapan PSSA oleh IMO, lanjut dia, menjadi sebuah mekanisme yang dapat digunakan oleh negara-negara pantai untuk melindungi wilayah laut yang dianggap rentan terhadap dampak negatif aktivitas pelayaran internasional.

Saat ini terdapat 18 wilayah perairan di dunia yang telah ditetapkan sebagai PSSA, di antaranya the Jomard Entrance Papua New Guinea yang ditetapkan pada 2016 dan Tubbataha Reefs Natural Park Filipina yang ditetapkan pada 2017.

Antoni optimis penetapan PSSA Selat Lombok dapat menjadi pilot project bagi penetapan kawasan-kawasan potensial lainnya di Indonesia.

Hal itu, menurutnya, sesuai dengan Resolusi A.982(24) IMO mengenai Revised guidelines for the identification and designation of Particularly Sensitive Sea Areas, yang menjadi dasar penetapan berbagai PSSA di dunia, serta sejalan dengan komitmen Indonesia dalam hal perlindungan lingkungan maritim.

"Oleh karenanya, melalui penyelenggaraan FGD kali ini, kami mengundang seluruh pihak terkait untuk dapat saling bertukar pengetahuan, informasi, dan masukan yang konstruktif terhadap Draft Dokumen Submisi PSSA Selat Lombok, yang akan diajukan ke Sidang IMO-MEPC ke-82 mendatang," ujarnya.

Antoni berharap upaya yang dilakukan ini dapat semakin menunjukkan keseriusan Indonesia terhadap perlindungan lingkungan laut serta pemenuhan terhadap berbagai konvensi dan instrumen IMO, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional.

"Saya percaya bahwa semangat dan kolaborasi kita dalam Forum ini akan membawa hasil yang signifikan dalam proses finalisasi Draft Dokumen Proposal Penetapan Selat Lombok sebagai PSSA sekaligus dapat berkontribusi positif bagi sustainabilitas lingkungan maritim dan pelayaran internasional," tukasnya.

Sebagai informasi, kegiatan FGD Nasional tersebut menghadirkan Narasumber yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut c.q Direktorat Kenavigasian, serta akademisi yang berasal dari ITS Surabaya, dan tim konsultan PT. ITS Tekno Sains, yang terlibat penyusunan dokumen usulan penetapan PSSA Selat Lombok.

Masing-masing narasumber menyampaikan perkembangan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing terkait IMO Guidelines/resolusi A.982 (24) dengan menjelaskan wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati dan terlindungi, adanya resiko pelayaran internasional dan memiliki Associate Protective Measures (APMs).

Informasi yang berhasil didapatkan dari FGD Nasional ini kemudian akan diproses lebih lanjut oleh tim internal Kementerian Perhubungan dan kemudian disampaikan pada FDG internasional yang direncanakan akan dilaksanakan pada minggu pertama Juni 2024 mendatang di Bali.

PSSA sendiri adalah wilayah laut yang sangat sensitif sehingga membutuhkan perlindungan khusus melalui regulasi atau tindakan dari IMO karena memiliki keadaaan ekologi, sosial-ekonomi, ataupun alasan saintifik yang dapat dengan mudah mengalami kerusakan oleh aktivitas pelayaran internasional.

Pada 2005, IMO mengadopsi Resolusi A.982(24) mengenai Revised guidelines for the identification and designation of Particularly Sensitive Sea Areas (PSSAs). Hingga kini telah ada 18 PSSAs di dunia, dengan penetapan terbaru adalah North-Western Mediterranean Sea, France, Italy, Monaco and Spain pada 2023.

Usulan penetapan PSSA Selat Lombok pertama kali dilakukan melalui Proposal Penetapan PSSA Selat Lombok IMO dan Norwegian Agency for Development (NORAD) Project (2014-2017), dimana dalam Project ini terdapat empat negara yang mengajukan untuk menetapkan salah satu kawasan lautnya sebagai PSSAs, yaitu Filipina, Malaysia, Vietnam dan Indonesia.

Indonesia mengusulkan penetapan PSSA Selat Lombok, khususnya Kepulauan Gili dan Pulau Nusa Penida pada the 3rd Regional Meeting of IMO-NORAD Project on Prevention of pollution from ships through the adoption of Particularly Sensitive Sea Areas (PSSAs) within the East Asian Seas Region, yang diselenggarakan di Lombok pada Juli 2016.

Indonesia mempertegas mengusulkan PSSA Selat Lombok dalam bentuk Information Paper melalui dokumen MEPC 71/INF.39 pada Sidang Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-71 pada 2017.

Penetapan TSS Selat Lombok merupakan salah satu langkah strategis yang diambil Indonesia sehingga Indonesia dapat melanjutkan pembahasan PSSAs, namun masih diperlukan dukungan negara-negara lain yang memiliki hak melewati Selat Lombok sehingga PSSA Selat Lombok dapat segera diimplementasikan.

Indonesia telah mengupayakan diplomasi dengan negara anggota IMO atau negara tetangga dengan cara workshop, sidang, dan pertemuan lain untuk meyakinkan pentingnya PSSAs dalam menjaga ekosistem laut di Selat Lombok.

Indonesia telah mempersiapkan dokumen submisi penetapan PSSA Selat Lombok sesuai dengan IMO Guidelines, namun perlu penguatan proposal khususnya terkait bagian atribusi untuk lebih meyakinkan urgensi penetapan Selat Lombok sebagai PSSA. Dokumen submisi akan disampaikan kepada IMO untuk dibahas pada Sidang MEPC ke-80 di London pada 30 September 2024 s.d 4 Oktober 2024 mendatang.

 

 

 

 

Foto : Kemenhub

 

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Dian Thenniarti
  • Minggu, 19 Mei 2024 | 09:30 WIB
Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Minggu, 19 Mei 2024 | 09:25 WIB
ACI Apresiasi Komitmen Bandara Soetta terhadap Aspek Keselamatan
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Minggu, 19 Mei 2024 | 09:10 WIB
Penetapan Standar Minimum Gaji Pelaut Indonesia Tengah Digodok
  • Oleh Wandi
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 20:59 WIB
Petugas Berjaga 24 Jam di Nabawi, Siap Bantu Jemaah Haji
  • Oleh MC KAB SOLOK SELATAN
  • Minggu, 19 Mei 2024 | 09:03 WIB
Dikunjungi Wabup Solok Selatan, Pengungsi Sungai Manau Senang