Pakar Ungkap Risiko Kesehatan Akibat Terpaparnya BPA pada Tubuh Manusia

: Foto: ANTARA


Oleh lsma, Selasa, 24 Oktober 2023 | 17:39 WIB - Redaktur: Untung S - 163


Jakarta, InfoPublik – Masyarakat selama ini masih banyak yang belum menyadari bahwa mereka masih mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang berpotensi terkontaminasi Bisfenol A (BPA).

Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan bahwa risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat BPA dampaknya bukan main-main.

“Bahkan sejak dalam kandungan sudah ada potensi yang bisa mengganggu pertumbuhan janin, sehingga dalam perkembangannya akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk di antaranya ASD (Autism Spectrum Disorder) atau autisme, dan ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder),” kata Pandu Riono dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa (24/10/2023).

Menurut Pandu Riono, akumulasi konsumsi air (yang terkontaminasi BPA) dalam jangka panjang akan menimbulkan banyak sekali gangguan dalam sistem tubuh manusia.  Gangguan kesehatan ini bisa muncul dalam bentuk berbagai macam gangguan, dari reproduksi hingga kanker.

“Semua penyakit itu trend-nya sedang meningkat, walau bukan disebut penyakit menular,” katanya.

Kemudian, lanjut Pandu, air yang disimpan dalam kemasan zat toksik ini secara perlahan-lahan, tanpa disadari berpotensi meracuni tubuh manusia.

Bisfenol A (BPA) adalah senyawa kimia yang digunakan secara luas dalam produksi polikarbonat, plastik yang kuat dan tahan panas, serta dalam pembuatan resin epoxy.

Namun, keberadaan BPA dalam produk sehari-hari seperti botol plastik, kemasan makanan, dan galon air polikarbonat memiliki potensi risiko kesehatan yang serius bagi manusia. BPA dianggap sebagai endokrin disruptor, yang berarti senyawa ini dapat mengganggu sistem hormonal dalam tubuh manusia manusia.

Terpapar BPA dalam  jangka panjang bisa menimbulkan  berbagai masalah kesehatan, termasuk masalah reproduksi, peningkatan risiko kanker, gangguan perkembangan pada anak-anak, serta masalah kesehatan mental.

Sejauh ini, beberapa negara dan yurisdiksi telah mengambil langkah-langkah tegas. Uni Eropa, Kanada, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah mengeluarkan larangan atau memperketat regulasi terkait penggunaan BPA.

Uni Eropa, misalnya, telah memperkenalkan regulasi yang melarang penggunaan BPA dalam botol bayi sejak 2011. Pada 2018, Uni Eropa juga melarang penggunaan BPA dalam kemasan makanan bayi dan mengeluarkan regulasi untuk membatasi penggunaan BPA dalam produk-produk makanan lainnya.

Pada  2010, Kanada menjadi negara pertama yang mengklasifikasikan BPA sebagai zat berbahaya. Sejak itu, Kanada melarang penggunaan BPA dalam botol bayi, serta mengurangi jumlah BPA yang diperbolehkan dalam produk makanan.

Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian seperti California, Connecticut, dan Washington telah memperketat regulasi terkait penggunaan BPA dalam produk-produk anak-anak dan bayi. Selain itu, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga telah melarang penggunaan BPA dalam botol bayi sejak 2012.

Kepala Lembaga Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM UI) Dr. Mochamad Chalid, S.Si., M.Sc.Eng menuturkan, sudah jadi pemandangan lazim, setiap pagi sampai siang, iring-iringan truk di bawah paparan sinar matahari yang mengangkut AMDK galon  kerap terlihat.

Bahkan, truk-truk itu ikut bermacet-macet di jalanan ibukota yang terpapar terik matahari.Tak banyak yang paham, bahwa saat itu sedang berlangsung proses yang sangat berbahaya.

Kerasnya paparan sinar matahari telah membuat bahan kimia berbahaya Bisfenol A (BPA) pada kemasan AMDK galon terlepas, atau luruh dan mengontaminasi air minum.

Paparan suhu matahari pada saat proses distribusi kemasan galon isi ulang jelas berpotensi memicu migrasi BPA ke dalam air minum di dalamnya.

“Peluruhan BPA sangat tergantung pada suhu, dan berapa lama galon kemasan air minum isi ulang itu disimpan atau digunakan, yang bisa berdampak terjadinya migrasi BPA ke dalam produk air minum dalam kemasan,” kata Mochamad Chalid.

Bukan hanya itu. Peluruhan bahan kimia BPA ke air minum dalam galon bukan hanya bisa terjadi karena paparan sinar matahari pada saat distribusi, tapi bisa juga karena faktor lain. Seperti, pencucian galon polikarbonat yang tidak tepat, misalnya.

“Faktor lain adalah potensi keasaman (Ph), karena galon isi ulang itu dicuci dengan deterjen, maka dapat meningkatkan keasaman pada air dalam kemasan,” katanya.

Panas matahari memang bukan satu-satunya pemicu peluruhan BPA. Goncangan keras yang dialami oleh galon-galon air selama perjalanan truk-truk pengangkutnya juga dapat menyebabkan senyawa berbahaya ini terlepas.

Terbayang betapa galon-galon air itu bergetar dan terguncang di atas truk saat didistribusikan di jalan untuk diantar ke agen dan konsumen. Goncangan tersebut memberi tekanan tambahan pada dinding polikarbonat, mempercepat proses peluruhan BPA dan membuatnya dengan mudah bercampur dengan air minum di dalamnya.

Seperti diulas oleh Mochamad Chalid,  proses pencucian yang tidak benar juga dapat memperburuk situasi. Banyak dari pengguna  mencuci galon polikarbonat ini menggunakan sikat kasar dan air panas, dengan harapan membersihkan galon secara sempurna. Namun, ironisnya, proses ini justru mempercepat peluruhan BPA. Air panas, bersama dengan gesekan dari sikat, dapat merusak lapisan polikarbonat dan memungkinkan BPA untuk terlepas lebih mudah.

Masyarakat yang selama puluhan tahun tak sadar akan  ancaman ini tak pelak menjadi korban. Mereka mempercayai air minum dalam kemasan polikarbonat sebagai sumber air yang aman, tanpa menyadari risiko potensi minuman mereka terpapar senyawa kimia BPA.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh lsma
  • Selasa, 31 Oktober 2023 | 19:35 WIB
Pemerintah Rancang Kabijakan Pelabelan BPA di Galon Isi Ulang