Menteri PPPA Dorong Penerapan Sanksi Sosial Hadapi Perkawinan Anak di NTB

: Menteri PPPA Bintang Puspayoga merespon tren kenaikan perkawinan anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)


Oleh Dian Thenniarti, Sabtu, 4 Mei 2024 | 16:55 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 93


Jakarta, InfoPublik - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendukung komitmen Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam mencegah perkawinan anak melalui ditetapkannya komitmen bersama antar Ketua Pengadilan Tinggi Agama NTB, Kepala Kantor Kementerian Agama NTB, Ketua Majelis Ulama Indonesia NTB, kepala desa/lurah, tokoh adat dan tokoh agama.

Dukungan diberikan dalam merespon tren kenaikan perkawinan anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Melalui komitmen bersama itu, diharapkan dapat menjadi implementasi nyata dalam mencegah perkawinan anak hingga ke akar rumput melalui sanksi sosial.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukan angka perkawinan anak di Indonesia mengalami penurunan, yakni 6,92 persen di 2023 dari 8,06 persen di 2022. Namun sayangnya perkawinan anak di Provinsi NTB justru mengalami kenaikan dari 2022 sebesar 16,23 persen menjadi 17,32 persen di 2023.

"Provinsi NTB sebenarnya sudah memiliki kebijakan yang responsif dalam mencegah perkawinan anak, mulai dari Peraturan Daerah (Perda) No.5 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak, Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi NTB No.34 tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak tahun 2023-2026, hingga membentuk Satuan Tugas Pencegahan Perkawinan Anak (Satgas PPA) yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur," jelasnya melalui keterangan resmi pada Sabtu (4/5/2024).

Menteri PPPA menyampaikan deklarasi dan komitmen pencegahan perkawinan anak dari tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama menjadi sangat penting. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan yang ada dari level provinsi bisa diimplementasikan dan dikawal sampai ke akar rumput.

"Di beberapa daerah kami mendengar praktik-praktik baik dalam mencegah perkawinan anak, salah satunya melalui pemberian sanksi sosial. Sanksi sosial ini sangat efektif ketika diberlakukan di desa-desa. Contohnya yaitu ketika tokoh adat, tokoh agama, dan kepala desa ini tidak hadir dalam acara perkawinan yang mempelainya anak, hal itu memberikan pesan yang kuat kepada masyarakat," jelasnya.

Adapun komitmen pencegahan perkawinan anak yang dimaksud memuat tentang :

1. Seluruh kepala desa/lurah menyusun peraturan desa/peraturan lurah/awig-awig dengan memuat sanksi sosial dan administratif berupa tidak diberikan izin melaksanakan pesta pernikahan;

2. Seluruh tokoh adat, tokoh agama dan imam desa melakukan upaya pencegahan perkawinan anak di lingkungan keluarga dan masyarakat;

3. Berkomitmen melaksanakan UU No.16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menetapkan batas usia menikah baik laki-laki maupun perempuan yaitu 19 tahun.

Melanjutkan hal itu, Deklarasi Pencegahan Perkawinan Anak 'Stop Merariq Kodeq' menekankan komitmen Kepala Desa/Lurah dalam menyusun regulasi yang memuat tentang :

1. Sanksi sosial berupa perkawinan tidak dihadiri oleh Pemerintah desa dan Pemerintah kelurahan, imam desa dan imam kelurahan, imam dusun dan imam lingkungan, dan pegawai syara’;

2. Sanksi administratif berupa tidak diberikan izin melakukan pesta pernikahan; dan

3. Sanksi wajib hadir dalam rapat desa/kelurahan, jika orang tua melakukan perkawinan pada usia anak.

"Saya harapkan komitmen yang sudah ditandatangani oleh Pengadilan Tinggi Agama NTB, Kementerian Agama Provinsi NTB, MUI NTB, para tokoh masyarakat dan tokoh agama ini betul-betul dapat diimplementasikan," ujar Menteri PPPA.

Nantinya, lanjut dia, para kepala desa, lurah, dan tokoh agama diharapkan juga dapat memberikan sosialisasi terkait pentingnya pencegahan perkawinan anak kepada masyarakat di lingkungannya.

"Untuk mendukung upaya tersebut, para mitra pembangunan diharapkan bisa saling bersinergi, karena isu perkawinan anak merupakan isu yang kompleks dan membutuhkan kolaborasi lintas sektor,” jelas Menteri PPPA.

Dirinya optimis dengan komitmen dari Pemerintah daerah, desa dan tokoh-tokoh agama, maka angka perkawinan anak di NTB dapat diturunkan. Syaratnya adalah semua pihak saling membantu dan benar-benar mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat menjadi kegiatan-kegiatan yang nyata.

Sementara itu, Pj Gubernur Provinsi NTB, Lalu Gita Ariadi mengapresiasi upaya Kemen PPPA dalam memberikan perhatian dan pendampingan pencegahan perkawinan anak di NTB.

"Provinsi lain mengalami penurunan angka perkawinan anak, sementara di NTB terdapat anomali dimana angkanya naik. Hal ini merupakan kondisi darurat, kita tidak bisa menganggap ini masalah biasa. Seluruh lembaga dan aparatur yang kita miliki harus berupaya bersama-sama menyelesaikan permasalahan ini," ucap Lalu Gita.

Dia pun mendorong instansi perangkat daerah NTB untuk memetakan 50 desa yang tinggi angka perkawinan anaknya dan beririsan dengan masalah-masalah lain seperti stunting, kemiskinan ekstrim, putus sekolah dan masalah lainnya. Nantinya akan dilakukan intervensi terhadap permasalahan yang ada, dan penganggaran yang lebih responsif dalam menangani isu perkawinan anak.

Kepala Dinas PPPA Kota Mataram, Dewi Mardiana Ariany menyampaikan bahwa masalah perkawinan anak beririsan dengan budaya setempat, jika terjadi pemaksaan perkawinan anak yang mengatasnamakan budaya, diharapkan aparat penegak hukum, pengadilan agama dan para hakim dapat mengambil langkah tegas untuk menetapkan peraturan hukum dan dapat memberikan sanksi. Melalui diberikannya sanksi, diharapkan dapat memberikan efek jera dan menurunkan angka perkawinan anak.

Perwakilan Islamic Center, Diana menyampaikan harapan terkait upaya pencegahan perkawinan anak dapat dilakukan melalui monitoring evaluasi terhadap Perda No.5 tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Monev dilakukan untuk mendapatkan gambaran sejauh mana program dan kegiatan yang berhasil dan mana yang perlu ditingkatkan, sehingga tujuan dari penurunan angka perkawinan anak dapat tercapai.

 

 

 

 

Foto : KemenPPPA

 

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 13:52 WIB
DAMRI Gali Peluang Go International di Arab Saudi
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 13:49 WIB
Menhub Dorong Peningkatan Kolaborasi Layanan Angkutan Laut dan Logistik
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 13:48 WIB
Ditjen Hubud Pastikan Angkutan Udara Haji Mecca Route Berjalan Lancar
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 13:48 WIB
Satu Dekade Masifnya Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Indonesia
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 13:46 WIB
Whoosh Jadi Moda Transportasi Favorit Pecinta Golf
  • Oleh Dian Thenniarti
  • Sabtu, 18 Mei 2024 | 13:45 WIB
Kemenhub Optimalkan Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal Indonesia
  • Oleh Wandi
  • Jumat, 17 Mei 2024 | 21:43 WIB
Dirjen PHPT Serahkan Sertifikat Tanah Wakaf di Medan