Indonesia Jadi Percontohan Dunia dalam Tata Kelola Air Negara

: Bendungan Lau Simeme di Deli Serdang, Sumatera Utara. Berpotensi memeberikan suplai air bersih pada masyarakat di Sumatera Utara. Foto: Dok Kementerian PUPR


Oleh Farizzy Adhy Rachman, Rabu, 24 April 2024 | 16:46 WIB - Redaktur: Untung S - 271


Jakarta, InfoPublikTata kelola air melalui praktek-prektek kearifan lokal yang dilakukan di banyak daerah di Indonesia dapat menjadi percontohan bagi para pemimpin dunia dalam World Water Forum ke-10 pada 18—25 April 2024 di Bali.

“Keberhasilan Indonesia mendorong tata kelola air melalui pendekatan budaya lokal dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat global,” ujar Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan dan Wakil Ketua I Sekretariat Nasional Penyelenggara 10th World Water Forum Endra S. Atmawidjaja di Jakarta pada Rabu (24/4/2024).

Endra menyampaikan bahwa dalam forum tersebut, indonesia dapat memimpin para stakeholder dalam mengatasi isu krisis air yang terjadi di seluruh dunia dengan tindakan pencegahan yang sudah diterapkan di indonesia.

“Praktik baik yang melibatkan seluruh stakeholder ini membuktikan bahwa Indonesia mampu memimpin dunia dalam menghadapi krisis air,” ujar Staf PUPR Endra sebagaimana dalam siaran pers yang diterima InfoPublik pada Rabu (24/4/2024).

Endra menjelaskan bahwa praktik seperti sistem Subak di Bali yang sudah diakui oleh UNESCO dalam tata kelola irigasi melalui local wisdom, Danau Bratan yang juga ada di Bali serta Taman Hutan Rakyat (tahura) yang memperlihatkan betapa pentingnya mangrove dalam mendukung pengelolaan air dapat menjadi contoh baik yang bisa langsung disaksikan oleh para pemimpin dan delegasi dunia.

Sementara itu, Endra menjelaskan bahwa krisis air kini menjadi ancaman serius di banyak negara dan adanya perubahan iklim telah mengganggu siklus hidrologi sehingga harus diselesaikan oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Food and Agriculture Organization (FAO) memproyeksikan pada tahun 2050, krisis air akibat perubahan iklim akan meningkatkan kerawanan pangan. Hal ini akan mengakibatkan lebih dari 500 juta petani skala kecil yang menghasilkan 80 persen sumber pangan dunia saat ini menjadi kelompok yang paling rentan.

Tak hanya itu, krisis air juga berpotensi menyebabkan konflik antarwilayah hingga antarnegara. Sebut saja Iran dan Afghanistan yang sedang bergejolak akibat menyusutnya ketersediaan sumber air.

Konflik karena air di negara tersebut bahkan terjadi sejak tahun 1950-an. Hal ini menunjukkan betapa berharganya air bagi kehidupan. Oleh karena itu, kerja sama pengelolaan air sangat krusial, terutama di daerah perbatasan dan wilayah yang mengalami kelangkaan.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Sabtu, 4 Mei 2024 | 17:45 WIB
Kebijakan Zero Delta Q Jadi Gagasan Indonesia di World Water Forum ke-1
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Jumat, 3 Mei 2024 | 20:44 WIB
Persiapan Infrastruktur World Water Forum ke-10 Capai 60 Persen
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Kamis, 2 Mei 2024 | 09:07 WIB
Masjid Istiqlal, Ajari Pola Hidup Hemat Air dari Rumah Ibadah