Pais Sagu, Kue Tradisional yang Mulai Langka

:


Oleh Dinas Kominfo Kab Hulu Sungai Utara, Jumat, 21 Juli 2017 | 09:42 WIB - Redaktur: Kusnadi - 3K


Amuntai, InfoPublik – Di masa kini, di tengah maraknya aneka makanan modern, beberapa makanan tradisional semakin sulit ditemukan di pasaran. Perubahan gaya hidup manusia yang sekarang lebih memilih makanan instan, menjadikan para pembuat makanan tradisional beralih untuk membuat makanan-makanan modern sesuai tuntutan zaman, sehingga makanan tradisional mulai ditinggalkan. Padahal makanan tradisional merupakan salah satu ciri khas suatu daerah yang perlu dilestarikan.

Fenomena tersebut ternyata tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Di Amuntai yang merupakan sebuah kota kecil di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Provinsi Kalimantan Selatan pun, beberapa kue-kue tradisional kini semakin langka. Seperti kue 'pais sagu',  salah satu kue khas daerah ini sangat sulit ditemukan, padahal peminatnya masih banyak.

Para wisatawan yang dulu pernah mencicipi kelezatan kue pais sagu, sekarang akan sulit menemukan kue ini di pasaran, karena hanya beberapa pedagang yang menjualnya.

Istilah 'pais' berasal dari bahasa Banjar yang artinya dibungkus dengan daun pisang, berbahan utama sagu, sehingga disebut pais sagu. Adonannya biasanya ditambahkan pisang yang telah dipotong-potong kecil. Kue ini biasanya dimakan dengan ditambahkan larutan gula aren dan parutan kelapa. Rasanya sangat lezat. Sekali coba, sering membuat orang ketagihan.

Meskipun ada, kue pais sagu sekarang kebanyakan sudah tidak asli. Tidak berbahan dasar sagu murni lagi, karena dicampur dengan tepung, sehingga cita rasa khas kue tradisional ini pun berubah. Namun masih ada sebagian pedagang yang menjual pais sagu asli, walaupun sulit ditemukan.

Salah satu pedagang kue pais sagu asli yang bisa ditemukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) berada di kecamatan Banjang, sekitar 7 km dari pusat kota Amuntai. Pedagang kue pais sagu ini biasa dipanggil 'Mama Adaw'.

Mama Adaw buka setiap hari mulai pukul 08.00 Wita hingga waktu yang tidak ditentukan, sesuai banyaknya permintaan. Dikatakan seperti ini karena ia tidak langsung menutup warungnya ketika kue pais sagu yang dijualnya ludes terjual, namun akan terus membuat lagi jika masih banyak permintaan. Hal ini didukung dengan tersedianya bahan baku untuk membuat kue tradisional ini.

Menurut Mama Adaw, saat ditemui Kamis (20/7), para pembeli biasanya datang dari berbagai daerah. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang berasal dari Kabupaten tetangga seperti Kabupaten Balangan dan Tabalong yang rela datang ke warungnya hanya untuk memborong pais sagu.

"Kalau pais sagu saya sudah habis terjual tapi waktu masih panjang, saya biasanya membuat lagi, sehingga para pembeli yang terlambat datang tetap kebagian," ujar Mama Adaw.

Bahan utama sagu untuk membuat kue tradisional ini biasanya ia dapatkan dari Banjarmasin, sedangkan pisang sebagai bahan tambahannya ia dapatkan dari para warga sekitar.

Selain pais sagu, Mama Adaw  juga menyediakan kue lupis, yaitu kue berbahan dasar ketan yang diberi warna dengan pewarna alami daun pandan. Kue ini sama-sama dibungkus dengan daun pisang, tetapi bentuknya panjang. Cara memakannya juga sama dengan pais sagu, yaitu ditambahkan larutan gula aren dan parutan kelapa. Rasanya pun tidak kalah lezat dengan pais sagu.

Ia mengakui bahwa pedagang kue tradisional seperti dirinya sudah sangat langka di masa sekarang. Padahal kue tradisional khas daerah tersebut biasanya masih sangat diminati masyarakat untuk dikonsumsi dalam berbagai kegiatan, seperti hajatan, resepsi perkawinan, rapat, dan lain-lain.

"Selama masih banyak peminatnya, saya akan tetap berdagang kue tradisional ini. Apalagi ini merupakan usaha turun temurun yang sudah berjalan puluhan tahun," tambahnya. (diskominfo/mahdi/Kus)