- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Selasa, 7 Mei 2024 | 23:42 WIB
: Todung Mulya Lubis Tim Hukum Ganjar-Mahfud usai menyerahkan berkas kesimpulan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Selasa, 16 April 2024./ foto: Humas MK
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Rabu, 17 April 2024 | 10:00 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 133
Jakarta, InfoPublik - Tim Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut tiga, Ganjar-Mahfud resmi menyerahkan kesimpulan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (16/4/2024) . Penyerahan Dokumen kesimpulan siding tersebut diserahkan secara resmi oleh Todung Mulya Lubis.
Dikutip dari Humas MK pada Selasa, (14/4/2024), Tim Hukum Calon Presiden, Todung Mulya Lubis menyampaikan bahwa penyerahan kesimpulan siding perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke MK ditandai dengan menunjukan berkas dokumen yang telah resmi diserahkan.
"Kami sudah menyerahkan kesimpulan, nah ini buktinya, tanda terima penyerahan kesimpulan yang kami serahkan ke MK," kata Todung sembari menunjukkan tanda terima dokumen dari Kepaniteraan MK.
Todung menyampaikan, dalam dokumen kesimpulan tersebut terdapat beberapa kategori pelanggaran pemilu yang dinilai prinsipil untuk disimak Majelis Hakim Konstitusi. Menurut Todung, pelanggaran-pelanggaran ini yang menjadikan Pilpres 2024 harus dilakukan pemungutan suara ulang. Pelanggaran dimaksud, di antaranya, pelanggaran etika, dan nepotisme.
"Pelanggaran etika ya yang terjadi dengan kasat mata. Pelanggaran etika terlihat dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melanggengkan syarat pencalonan untuk anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden. Kalau membaca keterangan Romo Magnis Suseno, itu sangat jelas dikatakan oleh Romo Magnis bahwa proses pencalonan yang melanggar etika berat itu adalah pelanggaran etika berat," ujar Todung.
Todung juga mengatakan, terdapat pelanggaran lainnya yakni nepotisme yang dipertontonkan oleh Presiden Joko Widodo untuk memuluskan anaknya dalam Pilpres 2024. Pihaknya menilai bahwa Aksi nepotisme Kepala Negara itu melanggar TAP MPR yang melarang adanya praktik nepotisme dalam pemilihan umum.
"Ada banyak undang-undang yang melarang nepotisme dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme," ujar Todung.